Assalaamu'alaikum...



kucoba merangkai cerita perjalanan ruhani yang kualami

sekedar untuk kenangan, atau mungkin penambah semangat akan niatanku untuk kembali lagi ke sana..

suatu saat nanti. Insya Allah...
terbersit juga sebuah harapan,smoga catatan kecil ini bermanfaat untuk sesama, sodara seiman yang pasti punya niatan tuk memenuhi Panggilan-Nya.

Minggu, 24 Oktober 2010

Cadar

Dari tanah air aku sudah berniat untuk memakai cadar (penutup wajah) selama di Al Haramain (dua tanah suci). Alasanku, untuk kesehatan dan keamanan.
Kesehatan, karena banyak para pembimbing yang menyarankan memakai masker jika keluar rumah. Melindungi dari debu, asap, kotoran dan terik matahari. Pikirku, kenapa tidak sekalian saja memakai cadar?
Untuk itu aku minta tolong kepada teman yg bisa menjahit untuk dibuatkan 2 buah cadar.
Dan,pengalamanku di bandara King Abdul Azis cukup menguatkan tekadku untuk menutup wajahku.Awalnya memang agak canggung, terutama dengan rekan serombongan. Ternyata, ada teman yang kebetulan seusia denganku merasakan pengalaman yang sama-merasa dilecehkan-. Dan dia merasa akan lebih nyaman dan aman jika dia memakai cadar. Alhamdulillah, ada hikmahnya aku bawa dua..
Ada pengalaman unik ketika memakai cadar ini. Saat melintasi pertokoan di Madinah, aku dipanggil "'Aisyah.. silakan.." Padahal hari sebelumnya,ketika tidak bercadar, aku dipanggil 'Siti Rahmah'.
Pun ketika berbelanja di Makkah,perlakuan para pedagang terkesan lebih sopan ketika aku bercadar. Ada pedagang Al Quran yg bertanya; "Malaysia?" Entah karena suami yang menawar dengan bahasa Inggris, atau karena aku yang bercadar.
Pernah sekali aku terpaksa berangkat sholat Jum'at sendiri ke Masjidil Haram. Saat itupun aku merasa nyaman sekali dengan gamis hitam dan cadarku. (tapi penjagaan yang paling nyaman tetap dari Allah SWT tentunya).
Benar juga pepatah Jawa; "Ajining diri ono ing lathi, ajining sarira ono ing busana.."
Nah.. Untuk Saudariku, sangat recommended mempersiapkan cadar dari tanah air. Ada juga beberapa rekan yang membeli di sana. Bener deh.. Rasakan bedanya!

Mengenang...

Assalaamu'alaikum...

Lama sekali tak kusapa blog ini...
Hari ini, kembali kuterkenang perjalanan 2 tahun lalu yg menginspirasi tulisan ini.
Hari ini pula, banyak teman, saudara, handai taulan tengah menikmati perjalanan yang sama.
Rindunya...
Saat menatap mereka berpamitan, seakan didiku juga kan pergi bersamanya, ke RumahNya Yang Agung.
Allah... Undang kami, lagi lagi dan lagi...
Seorang teman juga meninggalkan putri yang masih TK.
"Teh, InsyaAllah mereka kuat, lebih kuat dari yang kita duga. Karena Allah yang menjaga mereka, dan doa ibu yang mengasuh mereka."
Terbayang lagi saat ku harus berpisah dengan buah hatiku...

Kamis, 28 Januari 2010

Desember, 1 2008

Hari kedua di Makkah..

Pagi kami bersiap berangkat ke Haram lagi. Kali ini kami bersama Bp. Anwar Sulaiman mengantar beberapa anggota rombongan yang belum sempurna umrahnya.
Ada seorang bapak yang salah mengenali syal orange identitas rombongan kami, jadi beliau ikut rombongan lain. Sehingga waktu beliau bertanya: "Sudah cukup putaran thawafnya?" dijawab:"Sudah." Padahal kata beliau baru 4 putaran. Untuk meneruskan sendiri mungkin beliau tidak PD,berhubung sudah sepuh.

Ada lagi pasangan suami istri. Waktu hendak sa'i, sang istri menunggu suami dan ternyata sang suami tidak menemukan sang istri. Akhirnya beliau sa'i sendiri dan hanya 4 putaran (karena kecapekan dan asam uratnya kambuh). Sang istri bahkan sama sekali tidak sa'i.

Kasus ini sangat mungkin terjadi bila terpisah dari kelompok dan kurang pemahaman dalam manasik. Dalam kasus ke-2, sebetulnya bapak tersebut bisa melanjutkan sa'i dengan kursi roda. Juga diperbolehkan istirahat sejenak waktu thawaf maupun sa'i.

Bila dalam kasus ini sang pelaku belum membatalkan ikhram (mencukur rambut dan melepas kain ikhram) maka cukup mengulang saja. Tetapi bila telah batal, maka diharuskan juga membayar dam (denda).

Hari ini bis yang biasa mengantar jamaah ke haram sudah libur,karena dipersiapkan untuk mengantar ke arafah dan sebagainya. Jadi kami harus mencari kendaraan sendiri ke Haram. Banyak kendaraan semacam angkot yang berkeliling yang bisa disewa. Tapi tarifnya menjelang haji, MasyaAllah.. Bisa melonjak 10x lipat. Alhamdulillah Pak Anwar fasih berbahasa Arab, jadi mempermudah negoisasi.

Bahasa Arab memang sangat dianjurkan dipelajari oleh calon jamaah haji. Minimal bahasa keseharian dan angka. Menyesal juga kami (aku dan suami) tidak tahu sedikitpun bahasa Al Quran ini. Awalnya kami cukup PD dengan bahasa Inggris yang paspasan. Tapi ternyata sangat sedikit orang Arab (yang kami temui) yang bisa berbahasa Inggris.

Ada kasus lucu mengenai hal ini. Saat menawar angkot sepulang dari Haram, suami menawar 5 real. Kata si sopir: " Khomsin! Khomsin!" "Ya...Ya..!" kata suami. Untunglah ada ibu-ibu asal Indonesia menegur, "Mas,khomsin itu 50 lho!" "Hah?! Kirain 5." kata suami sambil menarikku yang sudah bersiap naik. Khomsah-khomsin ?! Bingung...

Rabu, 20 Januari 2010

November, 30 2008

pukul 03.00 dini hari waktu Saudi

Di bawah sana gemerlap lampu kota tampak seperti kunang-kunang dari atas pesawat. Itukah kota Makkah? pikirku. Subhanallah, air mata semakin deras. Allah,kutinggalkan buah hatiku yang teramat kucintai demi Panggilan-Mu, demi Cinta-Mu...

Menjelang pukul 04.00 pesawat mendarat. Kami harus mengantri cukup lama untuk masuk ke ruang tunggu dan kembali menjalani pemeriksaan surat-surat. Kami sholat subuh di ruang tunggu dengan kondisi ala kadarnya -dan mulai harus terbiasa sholat di mana saja-. Alhamdulillah kami telah berikhram, jadi tidak harus mengantri lagi di kamar mandi. Kondisi kamar mandi di ruang tunggu bandara saat itu Masya Allah.. banjir dan kotor. Agak ribet juga kalau harus berganti baju di situ. Jadi bapak-bapak pun akhirnya kebanyakan berganti di ruang tunggu,di tempat terbuka.

Selanjutnya kami mulai mengantri untuk pemeriksaan paspor. Nah,di sinilah aku mendapatkan pelajaran pertamaku di negri orang. Kebiasaanku yang murah senyum sepertinya ditanggapi kurang menyenangkan oleh petugas bandara. Aku memang tidak tahu bahasanya. Tapi dari caranya melihatku lalu mengobrol dengan temannya, rasanya ada yang kurang beres. Astaghfirullah, aku harus lebih hati-hati membawa diri.

Di loket pemeriksaan, kami berpapasan dengan jamaah asal Filipina. Subhanallah, begitu mirip dengan jamaah asal Indonesia. Hampir saja kami salah barisan. Untungnya mereka menempelkan bendera negaranya di jilbabnya.

Setelah mencari koper untuk diperiksa dan diangkut ke maktab,kami berjalan cukup jauh (mungkin sekitar 1 km) untuk berkumpul dengan jamaah haji asal Asia Tenggara lainnya di ruang tunggu selanjutnya. Agak bingung juga, karena tidak ada petugas bersama kami saat itu. Alhamdulillah,di sepanjang perjalanan banyak mahasiswa Indonesia yang ikut menjadi panitia penerimaan jamaah haji.
Setelah sarapan sekedarnya (kebanyakan dengan makanan yang kami dapat dari pesawat),kami diberangkatkan ke maktab dengan bis sesuai rombongan kami. dengan bis ini pula koper-koper kami diangkut. Koper diikat di atas bis. Tak sedikit koper yang terinjak atau diduduki petugas kurir saat menata di atas bis. Karena itu mungkin saja barang bawaan yang mudah pecah akan rusak. Ini yang terjadi dengan koper suamiku. Gelas melamine, tempat bumbu pecel dan lauk kering pecah. Alhamdulillah,kami membungkus masing-masing tempat dengan plastik dan lakban. Jadi pakaian dan kain ikhram tidak terkena minyak.

Perjalanan ke maktab memakan waktu sekitar 4 jam. Cuaca cukup panas. Sepanjang jalan kami semakin kompak bertalbiyah,karena semua telah berikhram. Kami pun terus saling mengingatkan akan larangan-larangan ikhram dan menghindari bercanda yang berlebihan.

Dhuhur kami tiba di maktab, di kota Aziziah nomor rumah 446. Sedikit kacau saat pembagian kamar. Para ketua regu bertanggung jawab mengambil kunci. Tapi karena dalam satu regu jumlah laki-laki dan perempuannya tak selalu sama dan kapasitas kamar yang berbeda,jadi bingung juga.
Alhamdulillah, aku dan suami mendapat kamar di lantai 4. Kamar kami bersebelahan. Rekan sekamar kami belum sempat kami kenal sebelumnya,tetapi kemudian menjadi saudara bahkan orang tua bagi kami (karena kami paling muda).
Tugas selanjutnya adalah mencari koper,kemudian bersiap untuk umrah.
Kedatangan kami sekitar 5 hari menjelang puncak ibadah haji. Jadi Masjidil Haram dalam kondisi sangat padat. Cuaca yang begitu terik juga dipertimbangkan. Cukup berat untuk para bapak,karena tidak diperbolehkan memakai tutup kepala saat ikhram.
Akhirnya dipilih waktu menjelang maghrib untuk berangkat ke Masjidil Haram. Alhamdulillah bisa istirahat sejenak sambil berbenah.

Menjelang maghrib
Bis-bis yang akan membawa kami ke Al Haram sudah datang. Jarak Al Haram dari maktab kami sekitar 10km. Tiba di Haram, Masya Allah, untuk masuk saja susah. Alhamdulillah ketua rombongan kami sudah pernah berhaji,jadi sudah punya trik bagaimana kami bisa sampai ke area thawaf. Pertama kami mencari shaf yang masih longgar untuk sholat maghrib. Berbeda dengan masjid lain, di Masjidil Haram shaf laki-laki dan perempuan kadang bercampur, walau dianjurkan dan diusahakan terpisah. Kemudian kami terus berusaha maju untuk sampai ke area thawaf. Semua berlangsung begitu cepat, bahkan ada rekan yang belum menyadari dimana kami. "Ini masjid apa?" katanya.
Dan akhirnya, Ka'bah yang agung tampak di depan mata.
Allahu Akbar... Takjub,bengong dan speechless. Bahkan menangispun aku tak kuasa.
Bismillah, kami turun ke area thawaf. Begitu padat. Formasi barisan yang semula dirancang dari tanah air tak mungkin dibentuk. Namun tetap kami usahakan wanita terutama yang sudah sepuh berada di tengah barisan. Tangan kami saling mengait. Kami harus sering tengadah untuk mendapatkan udara segar,karena jamaah Indonesia relatif kalah besar dengan jamaah negara lain. Tak sempat kubaca do'a-do'a dalam buku manasik. Aku hanya bertasbih dan memohon kekuatan serta kemudahan -selain do'a sapu jagad tentunya.
Keringat dan air mata bercucuran. "Allah,aku datang, terimalah ibadahku ya Allah.." bisikku disela-sela do'aku.
Alhamdulillah, 7 putaran selesai. Kami sholat sunnah, minum air zam-zam sambil istirahat sejenak, kemudian menuju ke area sa'i.
Jalur antara Shafa-Marwah juga cukup padat,tapi relatif santai. Karena saat sa'i kami bisa berhenti untuk beristirahat di pinggir jalur.
Sekitar jam 10.00 malam kami bertahallul menandai selesai sudah umrah wajib kami. Di Marwah, kami berkumpul untuk menunggu rekan yang belum selesai. Dan hampir tengah malam kami tiba kembali di maktab.
Subhanallah, hari yang menakjubkan!

Minggu, 17 Januari 2010

November,29 2008

Asrama Haji Pondok Gede

Kami terbangun dengan reaksi yang bermacam. Bagaimanapun kami harus menghadapi kenyataan. Kenyataan bahwa ada yang kehabisan baju, kehabisan uang-karena semua rupiahnya telah menjadi real-, bahkan ada yang harus masuk UGD.
Sebagian sibuk mencari pasangan ataupun rekan seregu.Banyak pula yang sedang mengikat tali jemuran.Kebanyakan dari kami memang hanya membawa baju 2 pasang di tas tentengnya. Satu untuk di asrama haji,satu lagi untuk keberangkatan. Entah apa yang terjadi dengan rekan kami yang saat itu tas tentengnya penuh dengan kompor atau rice cooker.
Jadi,akupun hunting baju yang pas dan murah. Alhamdulillah aku masih menyimpan beberapa rupiah. Alhamdulillah-nya lagi di depan asrama haji Pondok Gede banyak kios-kios dengan beraneka dagangan. Berbeda dengan asrama haji Bekasi(atau mungkin aku saja yang tak sempat berkeliling sekitar asrama).

Tak ada instruksi yang jelas kapan kami akan diberangkatkan -lagi. Jadi kami harus selalu dalam kondisi "ready".

Sore hari..
Alhamdulillah,sepertinya jadwal keberangkatan kami sama seperti kemaren. Karena sebelumnya telah melalui pemeriksaan serupa,kali ini tampak lebih tertib.
Sholat,menunggu dan.... Alhamdulillah,kami berbaris menuju pesawat Saudi Airlines. Allah,lancarkan dan permudahkan...

Di dalam pesawat..
Ternyata aku harus duduk diantara seorang bapak dan suamiku. Jelas kondisi yang kurang nyaman. Tapi Alhamdulillah, bapak tersebut mengalah untuk berpindah tempat.Ternyata ada beberapa tempat duduk yang kosong. Kami harus mengkondisikan agar suami bisa memakai kain ikhram di pesawat,karena kami berniat mengambil miqat (memulai berikhram) saat pesawat melintas di Qarnul Manazil. Kami berusaha semampu kami untuk mengikuti tata cara (manasik) sesuai sunnah. Dan Alhamdulillah,karena kami haji mandiri,jadi kami bebas melaksanakan manasik sesuai dengan yang kami yakini.Tapi kami juga harus banyak belajar,agar tidak asal ikut-ikutan orang atau regu yang lain.

Lewat tengah malam..
Kru pesawat mengumumkan,bahwa sebentar lagi pesawat akan melintas tepat di atas Qarnul Manazil -garis miqat untuk jamaah haji dan umrah asal Asia Tenggara-. Hatiku berdebar sambil membantu suami mempersiapkan diri. Satu helai kain ikhram telah dipakai dari bandara Soekarno-Hatta (seperti memakai kain sarung). Jadi tinggal menyempurnakan dengan melepas baju dan berganti dengan kain ikhram.

Bismillah..
Tepat di atas Qarnul Manazil kami berniat umrah (kami mengambil haji tamattu';yang umrah dulu baru haji). Kami dan rekan yang juga sudah barikhram mulai membaca talbiyah.

Labaikallahumma labaik...
Merinding dan air matapun jatuh satu satu...

Terbayang Rumah-Mu..
Terlintas senyum anak-anakku..
Allah, aku datang...

Kamis, 14 Januari 2010

November,28 2008

Pagi hari di Asrama Haji Bekasi

Setelah sambutan,pemerisaan kesehatan ulang dan sebagainya, waktu kami gunakan untuk beristirahat. Siangnya,kami mendapatkan pembagian gelang identitas dan uang saku 1500 SR.
Banyak money changer yang menawarkan penukaran uang real. Banyak juga diantara kami yang menukar uang saat itu,karena katanya uang receh sangat diperlukan. Tapi kami bertekad untuk survive hanya dengan uang saku (living cost) dari panitia -dari uang kami juga sih..-.

Ba'da Ashar, kami bersiap untuk berangkat ke Bandara Soekarno-Hatta. Subhanallah... entah apa perasaanku saat itu.
Ya Allah... makin dekat rasanya aku ke Rumah-Mu..

Di pintu masuk Bandara, antrian cukup panjang. Karena kami harus menjalani pemeriksaan tas tenteng satu per satu.
Banyak yang harus bongkar muat,karena membawa cairan seperti madu,saos/kecap dll. di dalam tas.

Aku? Air mineral yang kutenteng pun harus kurelakan.

Di ruang tunggu Bandara,pertama yang kami lakukan adalah menjamak qashar sholat Maghrib&Isya kami. Dan harus mulai terbiasa dengan yang namanya antrian.

Pesawat kami dijadwalkan berangkat pada pukul 21.00 atau 22.00 WIB (lupa!).
Tapi.. sampai lewat jam 10.00 malam kok tidak ada instruksi apapun?
Banyak yang mulai gelisah dan bertanya-tanya. Sebagian juga mulai terlihat capek dan ngantuk. Akupun demikian.Kuhamparkan kain pashmina yg kusiapkan untuk sajadah. Dan.. nggleyeh di ruang tunggu.

Menjelang tengah malam,ada pilot berwajah timur tengah masuk. Alhamdulillah,akhirnya..bisikku. Tapi ternyata dia menyampaikan kabar yang tidak kuharapkan,yaitu pesawat Saudi Airlines yang sedianya akan mengangkut kami ada masalah. Jadi keberangkatan kami harus ditunda.Entah besok siang atau bahkan malam. Kami hanya bisa pasrah.
Ya Allah, izinkan aku ke Rumah-Mu,Engkau Yang memanggilku,Engkau pula Yang menentukan jalannya,maka permudahkanlah.
Setelah itu,kami mendapatkan makan malam sambil menunggu keputusan,akan dikemanakan orang sebanyak ini.
Ternyata kami dibawa ke asrama haji Pondok Gede. Malam itu karena capek,kami langsung tidur di kamar mana saja,dengan siapa saja.Tak sempat ada pembagian kamar.

November,27 2008

Perjalanan dimulai...
tengah malam kami berkumpul di aula Brigif,Cimahi. Pukul 03.00 dini hari kami diberangkatkan ke Asrama haji Bekasi.Kami tergabung dalam calon jamaah haji mandiri (non KBIH). Dari awal kami memang harus bersiap mandiri,dengan bimbingan langsung dari DEPAG. Alhamdulillah,Bp. Anwar Sulaiman selaku Kandepag saat itu berangkat juga dalam rombongan kami selaku pembimbing ibadah.
Namun karena tidak terlalu intensif ikut bimbingan manasik,banyak sodara yang baru kukenal saat dalam perjalanan dan selama di Asrama haji.

november 2008

Allah... izinkan hamba memenuhi Panggilan-Mu

dengan segala keterbatasan, segala kekurangan...

dan semua harus diperjuangkan.

Ujian pertama adalah saat harus menyapih Raisha mungilku (smoga ini tercatat sebagai "haji"mu juga,Sayang..).
Saat itu usianya baru menginjak 8 bulan.
Allah, hampir saja aku gagal di ujian pertamaku. Tangisnya di malam itu begitu menyayat hatiku. Suami tercintaku selalu dan selalu mengingatkanku akan niatan kami.
"Dhe', ingat perjuangan Bunda Siti Hajar dan putranya yg mulia."
Tetapi aku hanyalah seorang ibu biasa, dengan perasaan yang biasa juga.
Ada rasa bersalah ketika aku tidak memenuhi haknya untuk mendapatkan ASI.

Ujian selanjutnya, sekitar 10 hari menjelang keberangkatan.
Kami harus mengantar ke-3 buah hati kami ke rumah Ibu di Solo. Untuk sementara mereka akan tinggal di sana selama kami berhaji.
Berat sekali rasanya ketika harus pulang hanya berdua dengan suami. Apalagi menjalani hari-hari tanpa mereka.